Bab 4. Kemampuan baru Andara

Andara memulaskan perona bibir nude pink untuk menyempurnakan penampilannya. Hari ini ia akan pergi bersama Maruyama ke pameran mengenai hantu yang diselenggarakan oleh Museum Nasional Tokyo.

Gadis itu berulang kali mengecek penampilannya. Ia tidak yakin jika pakaian yang ia kenakan sudah cukup simpel atau justru terlalu sederhana? Setelah satu jam bongkar pasang, pilihan Andara jatuh pada kemeja jeans biru, celana hitam, dan sepatu keds putihnya. Ia khawatir jika Maruyama akan berpikir macam-macam jika ia tampil terlalu girly. Lagipula ini adalah jenis pakaian yang membuatnya merasa nyaman.

Ia kemudian keluar dari kamar share housenya yang terletak sekitar 8 menit dari stasiun. Ia tanpa sengaja bertemu dengan dua gadis Jepang yang juga tinggal di gedung yang sama. Dua gadis itu sebenarnya mahasiswi pertukaran, walaupun mereka adalah keturunan Jepang tapi mereka telah berganti kewarganegaraan menjadi warga Amerika. Mereka kini sedang mengikuti program pertukaran pelajar setahun di sebuah Universitas yang ada di pusat Tokyo. Andara dapat mendengar kehebohan mereka berdua yang berbicara dalam bahasa Inggris yang fasih.

"Oh My God, itu Maruyama Shota! I know him, dia dulu teman SMP aku!".

"Serius? Model? Ganteng banget....".

"Bukan.... dia ga mau jadi model, padahal banyak agensi yang lirik. Orangnya cool banget... dia itu legenda di SMP gue!".

"Ngapain dia disini?".

"Ga tau... tadi dia ga inget aku juga... As expected... who am I?" kekeh gadis itu.

Andara cepat-cepat meninggalkan lobi gedung.

Ia menghampiri Maruyama yang sedang menempel di tiang listrik depan gedung share house.

Andara memberi kode kepada Maruyama untuk segera meninggalkan kediamannya.

"Ada apa?".

Gadis itu berjalan sangat cepat, seperti orang yang sedang dikejar anjing. Maruyama terus memanggil Andara dari belakang. Ia mengikuti langkah Andara yang semakin lama semakin terburu-buru.

"Miss Andara.... tunggu.... Miss" panggilnya lagi.

Andara akhirnya berhenti, ia menarik napasnya yang kini berlomba-lomba mencari oksigen segar. Ia melirik ke kiri kanan, memastikan jika tidak ada yang mengikuti mereka berdua.

"Kamu sebenarnya siapa?" tanya Andara panik.

Ia mencoba membetulkan napasnya yang tersengal-sengal. Gadis itu masuk ke dalam sebuah komplek ruang terbuka, dan menyenderkan diri ke sebuah batuan besar yang dipenuhi oleh pahatan kanji.

"Kita ngapain ke sini?" tanya Maruyama bingung.

"Kamu... kamu siapa? Kenapa banyak yang kenal?" desak Andara ngos-ngosan.

Ia memang jarang berjalan kaki di Indonesia sehingga Andara memiliki kesulitan beradaptasi dengan kehidupan di Jepang yang serba 'aktif'.

"Aku? Siapa? Ordinary guy..." ujarnya bingung.

"Tapi kenapa tadi ada yang mengenalmu di tempat tinggalku?".

Maruyama mengangkat kedua bahunya, wajahnya santai, seakan tak punya dosa. Ia juga tidak tahu kenapa gadis itu mengenalnya.

Andara mengambil air minum dari tasnya, ia menegak teh melati kesukaannya dengan beringas. Setelah tempo napasnya stabil, Andara mengajak Maruyama untuk beranjak dari tempat itu.

Ia mengamati bebatuan horisontal yang tersusun rapih di sekitarnya.

"Bagus ya tamannya.... taman batu ini?" tanya Andara polos.

Maruyama tersenyum kecil.

Wajahnya tidak tega tapi ia harus memberi tahu Andara,

"Ini bukan taman....".

"Maksudmu?".

"Ini kuburan orang Jepang....".

"Whatttt theeee......" Andara lagi-lagi mengambil langkah seribu, gadis itu berlari sekencang-kencangnya menuju ke jalan raya.

Berarti dari tadi ia menduduki kuburan orang Jepang? Ya Tuhan, maafkan saya- saya ndak tau, gumamnya penuh sesal.

Maruyama mengejar Andara dari belakang. Ia tidak tahu jika Andara memiliki kemampuan berlari yang lumayan cepat. Pria itu tersenyum melihat ulah Andara yang menurutnya lucu.

Mereka berdua akhirnya terduduk lemas di depan mesin tiket.

"Yakin mau diteruskan? Kamu masih punya tenaga untuk berjalan?" tanya Maruyama sambil menertawakan ulah Andara.

Andara mengangguk lemah.

Ia mulai tidak betah tinggal di Jepang.

Gadis itu mulai merindukan ojek langganan yang sering mengantarkan dirinya kemana-mana. "Ayo kalau mau berangkat... nanti antriannya panjang..." ajak Maruyama lembut.

Andara mencoba bangkit. Ia mengikuti langkah Maruyama meskipun kakinya gemetar kecapekan.

"Unn.... uangnya belum dimasukkan... tiketnya ga akan keluar kalau kamu ga masukin uang" ujar Maruyama mengajari Andara.

Andara menyadari kebodohannya. Pantas saja dari tadi ia tidak berhasil membeli karcis kereta menuju Ueno. Ia sibuk memencet tombol tanpa memasukkan uang selembar pun.

Di dalam hati Andara bersyukur bahwa hari ini bukanlah sebuah kencan. Jika tidak, bayangkan saja?! Sudah dua kali dia melakukan kesalahan fatal di depan pria tampan itu. Insiden batu kuburan dan mesin karcis, oh yes... downgrade sekali imejnya hari ini.

Andara mencoba menebalkan rasa percaya dirinya.

Toh siapa lah ia? Maruyama juga tidak akan peduli karena mereka berdua hanya kolega kantor.

"Oh ya, ini sepatunya... makasih sudah boleh meminjamkan..." ujar Andara menyerahkan satu kantong tas kertas.

Maruyama menerimanya dengan senyuman lebar.

"Sudah aku cuci... sampai harum" tambah Andara.

Pria itu kembali tersenyum.

Andara jadi kikuk.

Kenapa Maruyama harus tersenyum semanis itu di hadapannya? Kan dia jadi grogi.

Ia buru-buru melempar pandangannya ke arah rel kereta.

Sepanjang perjalanan Andara berpura-pura tertidur, walau akhirnya ia ketiduran juga.

Panggilan lembut Maruyama membangunkan Andara yang tertidur lelap.

"Yuk, kita sudah sampai...".

Andara tertegun melihat keramaian Stasiun Ueno. Saat mereka keluar dari gerbang tiket Koen Kaisatsu, Andara melihat puluhan turis memenuhi area depan komplek museum tersebut. Maruyama tiba-tiba menarik tangan Andara.

Jleb!

Rasanya jantung Andara berhenti saat itu juga.

Tubuhnya keras mematung, tak siap dengan kejutan yang diberikan oleh pria tampan itu.

"Bahaya, lampu merah..." seru Maruyama menahan gerakan Andara.

Ia pun tersadar kalau tadi ia nyaris menyeberangi jalan sembarangan. Andara memang tidak memperhatikan jika penyeberangan itu dilengkapi oleh lampu lalu lintas. Jika Maruyama tidak menghentikan gerakannya mungkin ia sudah menjadi korban tabrak lari.

Andara tidak tahu mengapa Maruyama masih menggenggam tangannya.

Pipinya memerah.

Ia tak bisa berkata-kata.

Mereka nampak seperti sepasang kekasih yang sedang berkencan di taman.

"Ok, lampu hijau.... ayo..." ajak Maruyama menyeberangi jalan. Ia masih menggandeng tangan Andara tanpa menyadari jika wajah gadis itu sudah putih memucat.

Pengunjung Taman Ueno memang luar biasa banyak. Andara dan Maruyama kesulitan bergerak dan berjalan akibat ulah para turis yang berjalan sesuka hati.

Pohon-pohon yang dipenuhi oleh bebungaan berwarna putih dan pink muda menarik perhatian Andara.

"Itu sakura?".

Maruyama mengangguk, "tapi nanti saja lihatnya... kalau kamu mau menikmati Sakura, aku tau tempat yang sepi...".

Pria itu bersikeras untuk masuk ke dalam museum terlebih dahulu. Sepertinya ia tidak terlalu suka akan keramaian.

"Aku punya tiketnya, kamu tidak usah beli..." ujar Maruyama sambil mengeluarkan dua lembar karcis masuk.

"Maruyama...".

Pria itu menoleh.

Andara menelan ludah.

"Sial... ganteng banget...". Ia pun urung menyampaikan isi hatinya. Pesona Maruyama membuat isi kepalanyablank.

"Ah, maaf..." ujar Maruyama yang baru menyadari perilakunya yang tidak sopan.

Ia kembali meminta maaf,

"Maaf, aku tidak sadar.... jangan tersinggung". Pria itu melepaskan genggamannya, meninggalkan Andara dalam kondisi super kikuk.

Andara juga melihat perubahan raut Maruyama.

Pria itu beberapa kali terlihat grogi.

"Kan... harusnya dia ga jalan ama jelata kaya gue!" gumam Andara dalam hati. Ia melirik ke kiri dan kanan, ternyata tempat ini dipenuhi oleh para couple.

Rasa percaya diri Andara sedikit turun ketika melihat penampilan gadis Jepang yang cantik dan modis.

Ia berusaha menenangkan dirinya, "tenang Nda... ini bukan kencan... jadi it's ok, kalau kamu ga tampil kece...".

Seorang kakek yang menjadi sukarelawan menyapa Andara dalam bahasa Inggris.

"Ha-ro... , nice ... nice...couple... same shirt.. color.. color." ujarnya dalam bahasa Inggris yang terbata-bata.

Andara dan Maruyama sama-sama melirik ke arah warna pakaian mereka.

Astaga! Mereka baru sadar kalau hari ini pakaian mereka match banget!

Keduanya sama-sama mengenakan kemeja jeans biru dongker dan celana jeans berwarna hitam.

Maruyama berdehem. Ia melempar senyum ke arah sang kakek, berusaha terlihat sopan dengan pujian yang barusan diberikan.

Wajah Andara benar-benar merah padam.

Ia ingin pingsan!

"Andara, yuk... ke bilik itu" ajak Maruyama.

Bilik yang berjudul Yoshikawa Corner merupakan sebuah tribute kepada pelukis terkenal Jepang yang bernama Yoshikawa Kanpo. Pelukis itu hidup di tahun 1894 sampai 1978 dan ia telah mengoleksi berbagai lukisan mitos lokal.

Bulu kuduk Andara sedikit berdiri.

Ada sesuatu hal yang sebenarnya belum ia sampaikan pada Maruyama.

Gadis itu dapat merasakan kehadiran makhluk gaib namun ia tidak dapat melihatnya.

Hari ini Andara cukup terkejut karena ia melihat kedatangan bola-bola api yang melayang di ruangan tersebut. Mereka seakan-akan tengah menyambut kedatangan manusia yang bisa menyadari keberadaan makhluk dimensi lain.

"Kita keluar yuk...." ajak Andara.

Ia tidak ingin berurusan dengan makhluk-makhluk itu.

Maruyama mengikuti permintaan Andara. Mereka kemudian menikmati koleksi lukisan yang terletak di bilik yang berbeda.

"Wah ini dia... lukisan ukiyo-e terkenal tentang kemunculan hantu di kediaman Minamoto no Yorimitsu, kamu tau dia?" tanya Maruyama bersemangat.

Andara menggeleng. Ia tidak tahu apapun mengenai sejarah Jepang.

Gadis itu mulai merasa tidak nyaman, ia merasakan ada sesuatu yang mengamati mereka dari belakang. Andara sebenarnya sangat tertarik pada kisah-kisah folklore dari berbagai negara, tapi ia tidak suka jika harus bertatap muka dengan makhluk-makhluk halus itu secara langsung.

Andara jadi berpikir ulang, kenapa di kuburan tadi ia tidak merasakan atau melihat apapun ya? Hmm, aneh, pikirnya lagi.

"Iya aneh ya..." sahut sebuah suara di belakang Andara.

Gadis itu menelan ludah.

Ketika ia menoleh, muncul sebuah wajah dari lentera yang tergantung di atas langit-langit ruangan.

"Hai kamu bisa lihat kami kan... bantu kami dong..." sapa makhluk itu.

Andara berpura-pura tidak mendengar suaranya, ia meneruskan perjalanan ke bilik berikutnya. Lama-lama ia mendengar lebih banyak suara. Mereka semua mengajak Andara berkenalan, dan ada juga yang meminta bantuannya.

"Maruyama..." bisik Andara sambil menarik belakang kemeja pria itu.

Jantung Andara hampir berhenti saat melihat wajah Maruyama yang polos tanpa mata, hidung atau mulut.

Pria itu tertawa kecil, ia membuka topeng yang diambilnya dari meja costplay yang disediakan oleh panitia.

"Takut?" godanya.

Andara menonjok lengan Maruyama dengan pelan. Ia protes dengan ulah iseng pria itu yang membuatnya ketakutan setengah mati.

Tiba-tiba dari belakang pria itu, muncul sosok hantu yang sesungguhnya.

Hantu tanpa wajah!

Ia berdiri menghadap ke Andara dengan posisi mematung.

Andara tidak tahan lagi, ia langsung menarik Maruyama untuk meninggalkan museum itu saat ini juga. Ia bisa melihat sejumlah tangan yang mencoba menghalanginya pergi.

"Eh dia bisa lihat... bisa lihat...." ujar suara-suara itu beriringan.

"Nggak bisa...." jerit Andara kesal.

"Tuh bisa dengar....." goda para makhluk itu lagi.

Andara akhirnya menemukan pintu keluar. Ia langsung mengajak Maruyama untuk menjauhi bangunan itu.

"Kamu kenapa?" tanya Maruyama penuh perhatian.

Gadis itu menatap Maruyama dengan wajah memelas. Ia sebenarnya tidak ingin memberi tahunya mengenai kemampuan aneh yang ia miliki. Tapi bagaimana lagi? Ia harus memberitahunya agar pria itu tak memaksanya kembali.

"A..aku....dari tadi lihat yang aneh-aneh, aku diganggu sama banyak setan.... huaaaaaa, gimana dong!!!!".

Tangis gadis itu pecah. Ia merasakan hidupnya bertambah berat. Bayangkan saja, di kantor ia harus menghadapi keanehan Miss Watanabe dan di jalan- kini di jalan pun ia harus berhadapan dengan beragam setan.

Jika begini, bagaimana ia bisa melewati sisa harinya di Jepang dengan damai?

"Huaaaaaaa............................." tangisnya lagi. Andara benar-benar menyesali kedatangannya ke negeri matahari terbit ini.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top